Akar Krisis Ekonomi yang Membara
Sri Lanka mengalami Krisis Ekonomi terburuk dalam sejarah negaranya sejak awal 2022. Kelangkaan bahan bakar, inflasi tinggi, dan kekurangan bahan makanan pokok membuat kehidupan sehari-hari warga menjadi sangat sulit. Kondisi ini disebabkan oleh kombinasi utang luar negeri yang membengkak, penurunan pendapatan pariwisata akibat pandemi, serta pengelolaan ekonomi yang dianggap buruk.
Pada saat yang sama, cadangan devisa negara terus menipis hingga tidak mampu membiayai impor dasar seperti BBM, obat-obatan, dan makanan. Pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Gotabaya Rajapaksa gagal menyediakan solusi jangka pendek maupun jangka panjang, sehingga membuat kepercayaan publik runtuh.
Protes mulai bermunculan sejak Maret 2022, ketika ribuan warga turun ke jalan. Mereka menuntut pengunduran diri presiden dan reformasi total dalam sistem pemerintahan. Namun, karena tidak mendapat respons memadai dari pemerintah, demonstrasi ini terus membesar dan berubah menjadi gelombang perlawanan rakyat.
Istana Presiden Dikepung

Pada 9 Juli 2022, puncak amarah rakyat Sri Lanka akhirnya meledak. Ribuan demonstran mengepung dan berhasil menduduki istana presiden di Kolombo, ibu kota negara. Dalam cuplikan yang viral di media sosial, tampak massa berenang di kolam istana, tidur di kamar presiden, dan menyatakan bahwa mereka telah “mengambil alih kekuasaan”.
Kehadiran warga di istana bukan hanya simbol penolakan terhadap kepemimpinan Gotabaya Rajapaksa, tetapi juga pernyataan bahwa rakyat tidak lagi percaya pada sudut pandang legitimasi pemerintah. Dalam waktu singkat, para pemimpin kunci, termasuk presiden dan perdana menteri, melarikan diri ke lokasi yang dirahasiakan demi keselamatan mereka.
Peristiwa ini menjadi titik balik dalam sejarah politik Sri Lanka modern. Dunia menyaksikan bagaimana kekuasaan yang semula kuat bisa runtuh begitu cepat ketika Krisis Ekonomi tidak ditangani secara adil dan transparan. Momen ini juga menandai kolapsnya pemerintahan Rajapaksa yang sebelumnya dianggap tidak tergoyahkan.
Reaksi Internasional dan Sorotan Global
Krisis Ekonomi Sri Lanka dan aksi pendudukan istana presiden menarik perhatian dunia. Media internasional menyoroti bagaimana gejolak ekonomi dapat memicu revolusi sosial dalam waktu singkat. Banyak negara menyatakan keprihatinan terhadap kondisi rakyat Sri Lanka dan menyerukan penyelesaian damai serta transisi politik yang aman.
PBB, Uni Eropa, dan negara-negara tetangga seperti India menyatakan kesiapan mereka untuk memberikan bantuan kemanusiaan.
Aksi rakyat Sri Lanka ini juga menjadi pelajaran penting bagi negara-negara lain, terutama yang menghadapi tekanan ekonomi serupa. Ketika harga pangan, energi, dan kebutuhan dasar tidak terkendali, stabilitas politik bisa runtuh hanya dalam hitungan hari, bahkan di negara yang relatif damai sebelumnya.
Pemerintah Kolaps, Transisi Kekuasaan Dimulai
Parlemen Sri Lanka kemudian menunjuk Ranil Wickremesinghe, yang saat itu menjabat sebagai perdana menteri, sebagai presiden sementara.
Untuk meredakan situasi, pemerintah sementara menjanjikan pemilu cepat dan proses reformasi konstitusional. Rakyat Sri Lanka kini menuntut pembentukan sistem pemerintahan baru yang transparan, bebas korupsi, dan lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Transisi kekuasaan ini menjadi momen kritis dalam demokrasi Sri Lanka.
Dampak Sosial dan Ekonomi Pascakolaps
Banyak warga kehilangan pekerjaan karena sektor-sektor ekonomi utama seperti pariwisata dan perdagangan terhenti. Harga barang melambung, dan mata uang Sri Lanka terdevaluasi drastis. Negara ini juga telah menyatakan gagal bayar utang luar negeri, membuatnya butuh bantuan dana internasional untuk pemulihan.
Di sisi lain, solidaritas warga terlihat sangat kuat. Kelompok-kelompok sipil dan relawan bermunculan untuk mendistribusikan bantuan makanan, obat-obatan, dan bahan bakar secara swadaya. Meskipun situasi masih tidak stabil, semangat gotong royong menjadi cahaya di tengah kegelapan krisis nasional.

Harapan Baru dan Pelajaran dari Sri Lanka
Rakyat Sri Lanka duduki istana presiden bukan semata-mata aksi anarki, melainkan ekspresi putus asa Krisis Ekonomi dan tekad untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak.
Kini, Sri Lanka menghadapi tantangan besar untuk membangun kembali kepercayaan publik dan memperbaiki sistem politik dan ekonominya. Reformasi struktural, transparansi dalam pengelolaan keuangan negara, serta jaminan atas kebutuhan dasar masyarakat harus menjadi prioritas utama pemerintah baru.
Peristiwa ini juga menjadi peringatan bagi negara-negara lain agar menjaga stabilitas ekonomi dan tidak mengabaikan suara rakyat. Ketika keadilan ekonomi tercabut, rakyat akan bangkit, dan sistem apa pun yang gagal melayani mereka akan goyah, bahkan tumbang.